Lahat, Detiksriwijaya – Perwakilan masyarakat lima desa SP 1 Wanaraya, Lubuk Seketi, Sp 6 Purworejo dan Sukamerindu serta Desa Jajaran Lama Kecamatan Kikim Barat yang diwakili Firdaus, Lamsari, Susilo dan Cikwan menelan kekecewaan pada Pemkab Lahat.
Pasalnya, saat perwakilan akan meminta kejelasan tindak lanjut SK Bupati Lahat terkait action apa yang sudah dilakukan Pemkab Lahat tak bisa menemui satu pun pihak berwenang yang menjadi tim fasilitasi permasalahan sengketa pertanahan yang telah bergulir dari tahun 1998 sampai sekarang antara masyarakat versus PT Aditarwan.
Pada hari Rabu, (21.09.2022) Langkah awal yang didatangi perwakilan masyarakat yakni kantor Pemda Lahat dalam hal ini ruangan Asisten 1 Pemkab Lahat ruangan Rudi Thamrin (Ketua Tim Fasilitasi, namun tak ada ditempat karena menurut kabar sedang Dinas Luar.
Kemudian Firdaus CS menuju kantor PUPR karena tidak ada tindak lanjut dan kepastian yang jelas dari Pemkab Lahat, di kantor PUPR ini masyarakat menyerahkan berkas-berkas bukti kepemilikan tanah warga untuk segera dipelajari pihak PUPR, yang nantinya bakal dibawa menghadap ketua tim fasilitasi sengketa agraria antara warga dan perusahaan dimaksud.
“Kami meminta sangat dan mohon kepada Pemkab Lahat serta Aparat Penegak Hukum (APH) terkait, agar benar-benar memperhatikan dengan bijak terkait permasalahan yang terjadi,”kata Firdaus Kamis, (22.09.2022).
Lebih lanjut dikatakan Firdaus, dirinya bersama masyarakat bakal terus melakukan perjuangan demi memperoleh keadilan seadil-adilnya, terkait permasalahan yang sedang bergulir.
“Entah sampai kapan keadilan itu datang, kami tidak akan berputus asa, kiranya pejabat negeri ini mau mendengar keluhan serta hadir membela kami yang telah dizolimi, oleh perusahaan yang sama-sama kita ketahui belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU) namun sudah menduduki lahan tersebut dari tahun 1997 hingga sekarang, wajar kiranya bila kami bertanya masih adakah keadilan di negeri ini,” keluhnya.
Sementara, satu dari tiga kuasa hukum masyarakat, Joko Bagus SH Menielaskan, dari tahun 1997 perusahaan sudah mengekplorasi lahan (membuka lahan) areal Plasma di wilayah desa Lubuk Seketi, Jajaran Lama, Sukamerindu, Ex Transmigrasi SP 6 Desa Purworejo dan SP 1 Wanaraya Kecamatan Kikim Barat. Namun yang menjadi persoalan yang tak diketahui perusahan adalah masyarakat semakin tahun semakin berpikir maju, puncaknya masyarakat mempertanyakan surat perjanjian dan harus dibuat tertulis, hingga akhirnya surat perjanjian kerjasama yang semestinya dibuat tahun 1997 baru dibuat pada tahun 2002.
“Dari sini kita sudah melihat, bahwa perusahaan kami duga sudah mempunyai niatan mengakal akali masyarakat. Dari tahun 97 ke 2002 itu waktu yang cukup lama, kenapa baru ada surat perjanjian kerjasama masyarakat dan perusahaan, kami patut menduga ada oknum mafia tanah disini, perlu diketahui bahwa banyak lahan tersebut sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan terlebih lagi lahan tersebut yang bersertifikat milik warga adalah lahan transmigrasi yang mana secara hukumnya tidak bisa diperjualbelikan,”jelas Joko Bagus SH.
Lanjut Joko, bicara bukti sudah terbukti sampai dengan saat ini, sebagian dari jumlah luas tanah yang diserahkan masyarakat untuk dijadikan kebun plasma sampai saat ini pun, masih ada yang belum diserahkan pada warga pemilik lahan (masih diduduki dan dikuasai PT Aditarwan).
“Dari rencana awal pembangunan perusahaan Aditarwan di tahun 1996-1997 semua lahan adalah digunakan untuk lahan Plasma bukan lahan Inti, dapat dibuktikan bahwa PT Aditarwan mendapat izin lokasi di areal tersebut pada tahun 2006, kami mempunyai bukti itu. Logikanya, jika lahan tersebut adalah peruntukannya buat lahan inti PT Aditarwan, maka dapat dipastikan PT Aditarwan harus memiliki izin lokasi yang terbit pada tahun 1997, kenyataan izin tersebut sama sekali tidak ada,”katanya.
Joko juga menduga bahwa dengan terbitnya izin lokasi tahun 2006 adalah suatu pembuktian bahwa lahan tersebut yang dikelola perusahan adalah hasil dari prakondisi, tentang rencana untuk merekayasa lahan Plasma (Sesuai kesepakatan bersama) untuk dikuasai perusahaan yang kemudian dijadikan lahan Inti.
“Dapat dipastikan, dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2002 masyarakat lima desa yang kami bela tidak menerima uang ganti rugi lahan (jual beli tanah) karena lahan tersebut diserahkan untuk lahan kebun Plasma sesuai kesepakatan awal antara PT Aditarwan dan masyarakat pemilik lahan,”ujar Joko.
Joko mendesak agar tim fasilitasi yang dibentuk Pemkab Lahat agar dapat menindak lanjuti notulen rapat pada bulan Januari 2022, yang mana hasil rapat di poin nomor tiga bahwa tim fasilitasi pertanahan Kabupaten Lahat akan segera menjadwalkan kembali rapat fasilitasi permasalahan pertanahan.
“Kami mendesak agar tim segera melakukan kembali rapat untuk memastikan bahwa permasalahan yang sedang terjadi antara masyarakat dan pihak perusahan memang benar-benar diperhatikan, demi tegaknya keadilan yang seadil-adilnya, serta membuka tabir kebenaran,”pungkasnya.