LAHAT, Detiksriwijaya – Menjadi anggota Babinsa serta bertugas di pedalaman hutan belantara bersama Suku Anak Dalam (SAD, red), di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi menjadi pekerjaan yang dicintai Serda Imam Sutami. Bahkan selama bertugas di lingkungan banyak pelajaran yang dirinya dapat.
Bukan perkara yang mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dengan kultur dan adat istiadat yang jauh berbanding 360 derajat dari kehidupaan normal. Namun, hal tersebut bukan merupakan halangan yang cukup bagi seorang prajurit yang baru dilantik menjadi Bintara dengan pangkat Sersan Dua (Serda, red) pada acara Diktukbasus Babinsa TA 2018 hari ini Rabu, (12/09) yang ditutup resmi Danrindam II/Sriwijaya Kolonel Dwi Wahyudi, SAN, M.M.
Prajurit TNI AD yang mulai bertugas pada tahun 2008 di Korem 042/Garuda Putih Jambi, Kodim 0420 /Sarko, kemudian bertugas di Koramil 420-09/Bangko pada tahun 2014 sebagai staf. Tepatnya paada tahun 2015 mulai bertugas sebagai anggota Babinsa dan ditugaskan untuk melakukaan pembinaan di lingkungan Suku Anak Dalam hingga tahun 2018 ini Serda Imam masih bertugas sebagai Babinsa di Merangin Jambi.
Tantanganpun mulai dirasakan pada saat abdi negara ini mulai bersosialisasi dengan lingkungan SAD, dengan semangat serta kegigihan prajurit TNI AD ini, mau tak mau dirinya harus benar benar mempelajari kultur sosial yang ada di SAD.
Dengan cara hidup SAD yang berpindah pindah, terkadang membuat anggota Babinsa keluarga Kodam II / Sriwijaya ini sering menemui kesulitan untuk memberikan pembinaan serta pembelajaran. “Suku anak dalam ini sering berpindah pindah menetapnya, ada satu tradisi apabila salah satu anggota dalam kelompoknya terserang penyakit kemudian meninggal, bersama tumenggung atau kepala sukunya SAD otomatis pindah ketempat yang lainnya untuk bermukim,” ungkap Serda Imam.
Pengertian hukum juga peraturan perundang undangan yang berlaku di Negara Indonesia perlahan lahan diberikan pemahaman kepada SAD, maklum saja mereka (SAD,red) masih menjunjung hukum berdasar Adat istiadat yang mereka miliki.
“Satu contoh saja hukum adat yang masih mereka tetap pegang adalah cara memperlakukan jasad apabila anggotanya ada yang meninggal dunia bakal dibawa ketempat yang belum terjamah oleh manusia, dan jelas kita orang di luar kelompok Suku Anak Dalam tidak bakal mengetahui apabila sampai kita melanggar ingin tau keberadaan dimana jasad diasingkan maka kita bakal menerima sangsi hukum adat yang berat,” ujar prajurit yang murah senyum ini.
Dibalik kerasnya hukum adat yang mereka pegang teguh, sempat praurit ini mendengar harapan mereka (SAD) terhadap pemerintah setempat bahwasanya mereka juga ingin disetarakan seperti masyarakat umumnya.
“Mereka ini hidup berkelompok, mereka juga mengerti apa pembicaraan kita. Mereka pernah menyampaikan mereka pengen setara masyarakat pada umumnya, contoh kecilnya mereka ingin bertani dan bercocok tanam,”sampai Imam.
Sedikitnya ada 13 kelompok SAD yang masing masing diketuai Kepala Suku (Tumenggung, red). Sedikitnya dalam satu tumenggung membawahi 100-200 warga Suku Anak Dalam, lebih kurang ada sekitar 1.500 Suku Anak Dalam yang tersebar di Provinsi Jambi.