Oleh: Dr. Ichsanuddin Noorsy, BSc, SH, MSi
Transformasi ekonomi global dalam dua dekade terakhir menunjukkan pergeseran signifikan dari mekanisme pasar bebas menuju konfigurasi kekuasaan ekonomi yang semakin terstruktur dan terpusat. Pengendalian jalur perdagangan internasional, integrasi special port ke dalam strategi geopolitik negara besar, serta dominasi korporasi multinasional atas rantai pasok global telah menciptakan asimetri kekuasaan yang merugikan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dalam perspektif ekonomi politik, penguasaan terhadap logistik, teknologi, dan distribusi merupakan instrumen strategis dalam menentukan posisi tawar suatu negara. Ketika kontrol atas instrumen-instrumen tersebut berada di luar kendali negara, maka kapasitas negara dalam menjalankan kebijakan ekonomi yang berdaulat akan mengalami degradasi. Kondisi inilah yang saat ini dihadapi Indonesia dalam sistem perdagangan global.
Secara internal, problem struktural ekonomi nasional memperparah kerentanan tersebut. Gejala deindustrialisasi dini yang terjadi sejak dekade 1990-an telah menghambat pembentukan basis industri nasional yang kuat. Ketergantungan pada sektor primer dan arus investasi asing, tanpa diimbangi penguasaan teknologi dan penguatan industri domestik, berpotensi menjebak Indonesia dalam perangkap nilai tambah rendah (low value-added trap).
Selain itu, penetrasi asing ke sektor-sektor strategis tidak lagi terbatas pada investasi fisik. Digitalisasi ekonomi, penguasaan infrastruktur data, serta pembangunan pelabuhan khusus (special port) membuka ruang bagi kontrol non-teritorial yang berdampak langsung pada kedaulatan ekonomi dan keamanan nasional. Dalam kerangka ini, ancaman terhadap negara tidak lagi bersifat konvensional, melainkan hadir melalui perang ekonomi, perang mata uang, dan perang data.
Oleh karena itu, negara dituntut untuk mereorientasikan kebijakan pembangunan sesuai dengan amanat konstitusi. Penguatan kedaulatan ekonomi mensyaratkan industrialisasi berbasis teknologi, kemandirian logistik strategis, serta pengendalian negara atas sektor-sektor vital. Tanpa langkah tersebut, Indonesia akan terus berada dalam posisi subordinat dalam tatanan ekonomi global.
Kedaulatan ekonomi bukan pilihan ideologis, melainkan kebutuhan struktural bagi keberlanjutan negara. Ia hanya dapat diwujudkan melalui pemahaman yang komprehensif terhadap peta ancaman global dan keberanian politik untuk membangun fondasi ekonomi nasional yang mandiri dan berdaya saing.








